Rabu, 10 Februari 2010

Usulan Sistem Peringatan Dini Tsunami (Tsunami Early Warning System) Ketut alit adi untara

Pengertian dan Proses Tsunami

TSUNAMI adalah sederetan gelombang laut yang menjalar dengan panjang gelombang sampai 100 km dengan ketinggian beberapa puluh cm di tengah laut dalam.

Di laut dangkal, tinggi gelombang dapat mencapai 20m atau lebih dan menjalar ke daratan sejauh 1 m sampai 100 m atau bahkan 5 km, bergantung pada topografi dan energi gelombangnya. Kecepatan rambatnya juga bervariasi dari 30 km/jam di sekitar pantai sampai 800 km/jam di laut dalam.

Selain gempa bumi, tsunami juga dibangkitkan oleh letusan gunung api bawah laut dan runtuhan pegunungan di bawah laut.

Proses gempa bumi dimulai dengan keretakan di suatu titik pada suatu kedalaman dan menjalar di sepanjang patahan atau sesar dalam waktu 1 sampai 3 menit atau lebih, bergantung pada magnitudo (kekuatan) gempanya. Panjang sesar/ bidang patahannya juga bergantung pada magnitudo gempa, berkisar antara 50-1000 km atau lebih. Bidang patahan atau sesar memisahkan dua blok dalam suatu volume bumi yang terpengaruh oleh pergerakan tersebut. Jika bidang patahan tersebut muncul di dasar laut, maka kestabilan air laut terganggu secara vertikal maupun horizontal. Gangguan stabilitas ini kadang terlihat seperti air pasang surut di pantai beberapa saat sebelum tsunami datang. Energi kinetik pergeseran blok tersebut terkonversi/ berubah menjadi energi potensial air laut dalam volume yang sangat besar sebagai sumber tsunami.


Syarat terjadinya tsunami

Tidak semua gempa menimbulkan tsunami. Syarat terjadinya tsunami:
  1. Pusat gempa (episenter) berada di bawah laut
  2. Pusat gempa berkisar antara 0-30 km (biasa dikenal dengan sebutan Gempa Dangkal)
  3. Magnitudo gempa yang berdampak biasanya lebih besar dari 6 Skala Richter.
  4. Tsunami yang besar umumnya juga terjadi apabila terjadi dislokasi vertikal, atau pada sesar naik atau sesar turun.

Peta Tsunami Indonesia


Gempa bumi tektonik terjadi akibat tumbukan lempeng tektonik. Di Indonesia terdapat 3 pergerakan lempeng yaitu: pergerakan Indo-Australia dengan Eurasia, Indo-Australia dengan Pasifik dan Pasifik dengan Indo-Australia. Pertemuan lempeng ini adalah lokasi gempa-gempa yang besar dan berada di lautan yang berjarak 100-150 km dari pantai barat Sumatra, selatan Jawa, selatan Nusatenggara, Maluku dan pantai utara Papua.


Penjalaran Tsunami

Kecepatan gelombang gempa jauh lebih cepat dibanding gelombang tsunami. Kecepatan gelombang gempa berkisar antara 4-11 km/detik, sedangkan kecepatan penjalaran gelombang tsunami bervariasi antara 10 km/jam (0,0001 km/detik) sampai 800 km/jam (0,01 km/detik), bergantung pada kedalaman laut. Pada laut dalam kecepatannya sangat tinggi seperti kecepatan pesawat jet komersial. Walaupun demikian, gelombang tsunami jauh tertinggal dibanding gelombang gempa, makin jauh jarak penjalaran tsunami makin jauh gelombang tsunami tertinggal. Selisih waktu datang gelombang gempa dan tsunami yang cukup besar ini menjadi peluang kita untuk merancang sistem peringatan dini tsunami.


Sistem Peringatan Dini (Early Warning System)

Harus kita bedakan antara peringatan dini dengan peringatan untuk darurat (emergency). Peringatan dini diberikan sebelum kejadian agar masyarakat dapat segera menghindar atau melakukan evakuasi, sedangkan setelah kejadian maka informasinya akan lebih bersifat informasi darurat untuk penyelamatan.

Daerah tsunami lokal sangat dekat dengan sumber gempa. Alam sudah memberikan tanda-tanda pada kita berupa getaran yang kuat bahkan merusak bangunan yang ada. Setelah itu sering diikuti oleh pasang surut beberapa saat sebelum tsunami datang. Tanda-tanda ini harus diikuti dengan evakuasi segera, karena dalam waktu hitungan menit, tsunami akan datang. Jika hanya mengandalkan tanda-tanda alam ini, maka peranan program sosialisasi sangat berpengaruh pada tingkat keberhasilan metode ini.

Peringatan dini tsunami menghendaki kewaspadaan dan evakuasi sebelum tsunami datang. Kecepatan informasi peringatan dini sangat diperlukan mengingat selang waktu antara gempa bumi dan tsunami sangat singkat. Berdasarkan selang waktu tersebut dapat dibedakan jenis-jenis peralatan peringatan dini yang diperlukan.


Jenis tsunami berdasarkan waktu terjadinya setelah gempa:

a. Tsunami jarak dekat (lokal); terjadi 0-30 menit setelah gempa.

Jarak pusat gempa ke lokasi ini sejauh 200km. Besar kemungkinan bahwa daerah di sekitar gempa bumi merasakan atau bahkan merusak bangunan. Tanda-tanda sebelum terjadi tsunami adalah getaran kuat dan sering diikuti oleh pasang surut air laut. Tanda tanda ini diperbesar dengan system peralatan yang dilengkapi dengan alarm.

Peralatan:

- Accelerograph

Accelerograph disebut juga strong motion seismograph, karena dipasang untuk merekam getaran kuat saja. Sedangkan getaran lemah yang tidak dirasakan oleh manusia, tidak direkam karena memang tidak diperlukan. Accelerograph ini dilengkapi dengan alarm dan siystem komunikasi untuk penyebaran berita, kontrol operasional dan perawatan jarak jauh.

- Tide gauge

Tide gauge adalah perangkat untuk mengukur perubahan muka laut. Perubahan muka laut bisa disebabkan oleh pasang naik dan surut muka laut harian (gaya tarik bulan dan matahari), angin dan tsunami. Informasi yang dibutuhkan untuk peringatan dini adalah pasang surut seketika sebelum terjadinya tsunami untuk peringatan dini di lokasi tersebut, kemudian pasang naik akibat tsunami adalah informasi peringatan dini untuk lokasi yang lebih jauh.

Accelerograph dan tide gauge dipasang pada tempat yang sama dalam sebuah shelter di pantai yang dilengkapi dengan sistem komunikasi dan sistem alarm. Peringatan pertama untuk kewaspadaan datang dari accelerograph apabila mencatat getaran kuat. Peringatan kedua datang dari tide gauge setelah mencatat perubahan mendadak muka laut. Dua peringatan tersebut disampaikan kepada:

i. Masyarakat setempat berupa alarm

ii. Aparat setempat yang bertugas untuk koordinasi evakuasi

iii. BMG pusat untuk sistem monitoring dan informasi darurat agar disebarkan ke lokasi lain.

Komunikasi data hanya diperlukan apabila ada gempa kuat atau gelombang pasang yang ekstrim, sedangkan secara rutin BMG Pusat akan mengamati dari Jakarta untuk mengetahui status operasionalnya.

b. Tsunami jarak menengah; terjadi 30 menit -2 jam setelah gempa

Jarak pusat gempa ke lokasi ini sejauh 200 km sampai 1000 km. Ada kemungkinan bahwa daerah di sekitar jarak ini merasakan juga gempa dengan intensitas II sampai V MMI (Modified Mercalli Intensity). Tanda-tanda sebelum terjadi tsunami adalah getaran kuat dan sering diikuti oleh pasang surut air laut. Sistem peralatan daerah ini juga sama dengan daerah di atas, namun sistem peralatan mungkin lebih banyak berperan karena getaran tidak terlalu keras. Tanda-tanda ini juga diperbesar dengan sistem peralatan yang dilengkapi dengan alarm.

c. Tsunami jarak jauh; terjadi lebih dari 2 jam setelah gempa

Jarak lokasi daerah ini dari pusat gempa lebih dari 1000 km, karena itu kecil kemungkinan daerah ini merasakan gempa. Namun masih mungkin terjadi pasang surut sebelum gelombang tsunami datang. Sistem peralatan daerah ini tidak perlu dilengkapi dengan accelerograph, kecuali daerah ini juga termasuk daerah rawan tsunami jarak dekat. Peralatan yang diperlukan untuk daerah ini adalah TREMORS yang sudah dipasang di Stasiun Geofisika Tretes.


Sistem Komunikasi

Efektifitas dan kecepatan informasi peringatan dini sangat diperlukan agar segera dilakukan tindakan preventif. System komunikasi terdiri dari;
  1. Komunikasi dari stasiun ke aparat setempat
  2. Komunikasi dari stasiun ke BMG pusat
  3. Komunikasi dari BMG pusat ke jaringan peringatan dini lainnya
Jaringan komunikasi dari stasiun ke aparat setempat dan ke BMG pusat mestinya tidak tergantung oleh aliran listrik dan saluran telepon setempat yang mungkin terganggu ketika peristiwa gempa. Jalur komunikasi yang baik adalah jalur komunikasi satelit dengan catu daya batterai yang didukung oleh charger listrik dan solar sel.


Sosialisasi

Alarm sebagai peringatan dini harus dimengerti oleh masyarakat agar tidak terjadi kesalah pahaman terhadap apa yang sedang terjadi. Maka program sosialisasi harus terus diadakan tidak saja untuk masarakat setempat tetapi juga untuk aparat yang bertanggung jawab terhadap koordinasi evakuasi.

Tujuan sosialisasi ini adalah:
  1. Adanya kegiatan atau upaya-upaya yang dilakukan dalam rangka mengurangi dampak dari bencana gempabumi & tsunami
  2. Terbentuk SOP (Standard Operational Procedure) Antisipasi & Mitigasi bencana gempabumi & tsunami
  3. Edukasi masyarakat untuk menerapkan SOP tersebut.
  4. Kerjasama yang berkesinambungan antara BMG dan PEMDA
  5. Memasyarakatkan/ mensosialisasikan pengetahuan /fenomena tsunami termasuk penyebab, dampak dan antisipasinya.
  6. Menerbitkan pedoman-pedoman untuk penyusunan kurikulum muatan lokal sekolah dasar dan menengah
Diharapkan dengan adanya sosialisasi ini dampak tsunami dapat diminimalkan. (f)

Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika

Tsunami ( ketut alit adi untara )

Sumber Wikipedia

Tsunami (bahasa Jepang: 津波; tsu = pelabuhan, nami = gelombang, secara harafiah berarti "ombak besar di pelabuhan") adalah perpindahan badan air yang disebabkan oleh perubahan permukaan laut secara vertikal dengan tiba-tiba. Perubahan permukaan laut tersebut bisa disebabkan oleh gempa bumi yang berpusat di bawah laut, letusan gunung berapi bawah laut, longsor bawah laut, atau atau hantaman meteor di laut. Gelombang tsunami dapat merambat ke segala arah. Tenaga yang dikandung dalam gelombang tsunami adalah tetap terhadap fungsi ketinggian dan kelajuannya. Di laut dalam, gelombang tsunami dapat merambat dengan kecepatan 500-1000 km per jam. Setara dengan kecepatan pesawat terbang. Ketinggian gelombang di laut dalam hanya sekitar 1 meter. Dengan demikian, laju gelombang tidak terasa oleh kapal yang sedang berada di tengah laut. Ketika mendekati pantai, kecepatan gelombang tsunami menurun hingga sekitar 30 km per jam, namun ketinggiannya sudah meningkat hingga mencapai puluhan meter. Hantaman gelombang Tsunami bisa masuk hingga puluhan kilometer dari bibir pantai. Kerusakan dan korban jiwa yang terjadi karena Tsunami bisa diakibatkan karena hantaman air maupun material yang terbawa oleh aliran gelombang tsunami.
Dampak negatif yang diakibatkan tsunami adalah merusak apa saja yang dilaluinya. Bangunan, tumbuh-tumbuhan, dan mengakibatkan korban jiwa manusia serta menyebabkan genangan, pencemaran air asin lahan pertanian, tanah, dan air bersih.
Sejarawan Yunani bernama Thucydides merupakan orang pertama yang mengaitkan tsunami dengan gempa bawah lain. Namun hingga abad ke-20, pengetahuan mengenai penyebab tsunami masih sangat minim. Penelitian masih terus dilakukan untuk memahami penyebab tsunami.
Teks-teks geologi, geografi, dan oseanografi di masa lalu menyebut tsunami sebagai "gelombang laut seismik".
Beberapa kondisi meteorologis, seperti badai tropis, dapat menyebabkan gelombang badai yang disebut sebagai meteotsunami yang ketinggiannya beberapa meter diatas gelombang laut normal. Ketika badai ini mencapai daratan, bentuknya bisa menyerupai tsunami, meski sebenarnya bukan tsunami. Gelombangnya bisa menggenangi daratan. Gelombang badai ini pernah menggenangi Burma (Myanmar) pada Mei 2008.
Wilayah di sekeliling Samudra Pasifik memiliki Pacific Tsunami Warning Centre (PTWC) yang mengeluarkan peringatan jika terdapat ancaman tsunami pada wilayah ini. Wilayah di sekeliling Samudera Hindia sedang membangun Indian Ocean Tsunami Warning System (IOTWS) yang akan berpusat di Indonesia.
Bukti-bukti historis menunjukkan bahwa megatsunami mungkin saja terjadi, yang menyebabkan beberapa pulau dapat tenggelam

Daftar isi

[sembunyikan]

[sunting] Terminologi

Kata tsunami berasal dari bahasa jepang, tsu berarti pelabuhan, dan nami berarti gelombang. Tsunami sering terjadi Jepang. Sejarah Jepang mencatat setidaknya 195 tsunami telah terjadi.
Pada beberapa kesempatan, tsunami disamakan dengan gelombang pasang. Dalam tahun-tahun terakhir, persepsi ini telah dinyatakan tidak sesuai lagi, terutama dalam komunitas peneliti, karena gelombang pasang tidak ada hubungannya dengan tsunami. Persepsi ini dahulu populer karena penampakan tsunami yang menyerupai gelombang pasang yang tinggi.
Tsunami dan gelombang pasang sama-sama menghasilkan gelombang air yang bergerak ke daratan, namun dalam kejadian tsunami, gerakan gelombang jauh lebih besar dan lebih lama, sehingga memberika kesan seperti gelombang pasang yang sangat tinggi. Meskipun pengartian yang menyamakan dengan "pasang-surut" meliputi "kemiripan" atau "memiliki kesamaan karakter" dengan gelombang pasang, pengertian ini tidak lagi tepat. Tsunami tidak hanya terbatas pada pelabuhan. Karenanya para geologis dan oseanografis sangat tidak merekomendasikan untuk menggunakan istilah ini.
Hanya ada beberapa bahasa lokal yang memiliki arti yang sama dengan gelombang merusak ini. Aazhi Peralai Bahasa Tamil, Beuna atau alôn buluëk Bahasa Aceh adalah contohnya. Sebagai catatan, dalam bahasa Tagalog versi Austronesia, bahasa utama di Filipina, alon berarti "gelombang". Di Pulau Simeulue, daerah pesisir barat Sumatra, Indonesia, dalam Bahasa Defayan, semong berarti tsunami. Sementara dalam Bahasa Sigulai, emong berarti tsunami.

[sunting] Penyebab terjadinya tsunami

Skema terjadinya tsunami
Tsunami dapat terjadi jika terjadi gangguan yang menyebabkan perpindahan sejumlah besar air, seperti letusan gunung api, gempa bumi, longsor maupun meteor yang jatuh ke bumi. Namun, 90% tsunami adalah akibat gempa bumi bawah laut. Dalam rekaman sejarah beberapa tsunami diakibatkan oleh gunung meletus, misalnya ketika meletusnya Gunung Krakatau.
Gerakan vertikal pada kerak bumi, dapat mengakibatkan dasar laut naik atau turun secara tiba-tiba, yang mengakibatkan gangguan keseimbangan air yang berada di atasnya. Hal ini mengakibatkan terjadinya aliran energi air laut, yang ketika sampai di pantai menjadi gelombang besar yang mengakibatkan terjadinya tsunami.
Kecepatan gelombang tsunami tergantung pada kedalaman laut di mana gelombang terjadi, dimana kecepatannya bisa mencapai ratusan kilometer per jam. Bila tsunami mencapai pantai, kecepatannya akan menjadi kurang lebih 50 km/jam dan energinya sangat merusak daerah pantai yang dilaluinya. Di tengah laut tinggi gelombang tsunami hanya beberapa cm hingga beberapa meter, namun saat mencapai pantai tinggi gelombangnya bisa mencapai puluhan meter karena terjadi penumpukan masa air. Saat mencapai pantai tsunami akan merayap masuk daratan jauh dari garis pantai dengan jangkauan mencapai beberapa ratus meter bahkan bisa beberapa kilometer.
Gerakan vertikal ini dapat terjadi pada patahan bumi atau sesar. Gempa bumi juga banyak terjadi di daerah subduksi, dimana lempeng samudera menelusup ke bawah lempeng benua.
Tanah longsor yang terjadi di dasar laut serta runtuhan gunung api juga dapat mengakibatkan gangguan air laut yang dapat menghasilkan tsunami. Gempa yang menyebabkan gerakan tegak lurus lapisan bumi. Akibatnya, dasar laut naik-turun secara tiba-tiba sehingga keseimbangan air laut yang berada di atasnya terganggu. Demikian pula halnya dengan benda kosmis atau meteor yang jatuh dari atas. Jika ukuran meteor atau longsor ini cukup besar, dapat terjadi megatsunami yang tingginya mencapai ratusan meter.

[sunting] Syarat terjadinya tsunami akibat gempa

  • Gempa bumi yang berpusat di tengah laut dan dangkal (0 - 30 km)
  • Gempa bumi dengan kekuatan sekurang-kurangnya 6,5 Skala Richter
  • Gempa bumi dengan pola sesar naik atau sesar turun

[sunting] Sistem Peringatan Dini

Banyak kota-kota di sekitar Pasifik, terutama di Jepang dan juga Hawaii, mempunyai sistem peringatan tsunami dan prosedur evakuasi untuk menangani kejadian tsunami. Bencana tsunami dapat diprediksi oleh berbagai institusi seismologi di berbagai penjuru dunia dan proses terjadinya tsunami dapat dimonitor melalui perangkat yang ada di dasar atu permukaan laut yang terknoneksi dengansatelit.
Perekam tekanan di dasar laut bersama-sama denganperangkat yang mengapung di laut buoy, dapat digunakan untuk mendeteksi gelombang yang tidak dapat dilihat oleh pengamat manusia pada laut dalam. Sistem sederhana yang pertama kali digunakan untuk memberikan peringatan awal akan terjadinya tsunami pernah dicoba di Hawai pada tahun 1920-an. Kemudian, sistem yang lebih canggih dikembangkan lagi setelah terjadinya tsunami besar pada tanggal 1 April 1946 dan 23 Mei 1960. Amerika serikat membuat Pasific Tsunami Warning Center pada tahun 1949, dan menghubungkannya ke jaringan data dan peringatan internasional pada tahun 1965.
Salah satu sistem untuk menyediakan peringatan dini tsunami, CREST Project, dipasang di pantai Barat Amerika Serikat, Alaska, dan Hawai oleh USGS, NOAA, dan Pacific Northwest Seismograph Network, serta oleh tiga jaringan seismik universitas.
Hingga kini, ilmu tentang tsunami sudah cukup berkembang, meskipun proses terjadinya masih banyak yang belum diketahui dengan pasti. Episenter dari sebuah gempa bawah laut dan kemungkinan kejadian tsunami dapat cepat dihitung. Pemodelan tsunami yang baik telah berhasil memperkirakan seberapa besar tinggi gelombang tsunami di daerah sumber, kecepatan penjalarannya dan waktu sampai di pantai, berapa ketinggian tsunami di pantai dan seberapa jauh rendaman yang mungkin terjadi di daratan. Walaupun begitu, karena faktor alamiah, seperti kompleksitas topografi dan batimetri sekitar pantai dan adanya corak ragam tutupan lahan (baik tumbuhan, bangunan, dll), perkiraan waktu kedatangan tsunami, ketinggian dan jarak rendaman tsunami masih belum bisa dimodelkan secara akurat.

[sunting] Sistem Peringatan Dini Tsunami di Indonesia

Pemerintah Indonesia, dengan bantuan negara-negara donor, telah mengembangkan Sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia (Indonesian Tsunami Early Warning System - InaTEWS). Sistem ini berpusat pada Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) di Jakarta. Sistem ini memungkinkan BMKG mengirimkan peringatan tsunami jika terjadi gempa yang berpotensi mengakibatkan tsunami. Sistem yang ada sekarang ini sedang disempurnakan. Kedepannya, sistem ini akan dapat mengeluarkan 3 tingkat peringatan, sesuai dengan hasil perhitungan Sistem Pendukung Pengambilan Keputusan (Decision Support System - DSS).
Pengembangan Sistem Peringatan Dini Tsunami ini melibatkan banyak pihak, baik instansi pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga internasional, lembaga non-pemerintah. Koordinator dari pihak Indonesia adalah Kementrian Negara Riset dan Teknologi(RISTEK). Sedangkan instansi yang ditunjuk dan bertanggung jawab untuk mengeluarkan INFO GEMPA dan PERINGATAN TSUNAMI adalah BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika). Sistem ini didesain untuk dapat mengeluarkan peringatan tsunami dalam waktu paling lama 5 menit setelah gempa terjadi.
Sistem Peringatan Dini memiliki 4 komponen: Pengetahuan mengenai Bahaya dan Resiko, Peramalan, Peringatan, dan Reaksi.Observasi (Monitoring gempa dan permukaan laut), Integrasi dan Diseminasi Informasi, Kesiapsiagaan.

[sunting] Cara Kerja

Sebuah Sistem Peringatan Dini Tsunami adalah merupakan rangkaian sistem kerja yang rumit dan melibatkan banyak pihak secara internasional, regional, nasional, daerah dan bermuara di Masyarakat.
Apabila terjadi suatu Gempa, maka kejadian tersebut dicatat oleh alat Seismograf (pencatat gempa). Informasi gempa (kekuatan, lokasi, waktu kejadian) dikirimkan melalui satelit ke BMKG Jakarta. Selanjutnya BMG akan mengeluarkan INFO GEMPA yang disampaikan melalui peralatan teknis secara simultan. Data gempa dimasukkan dalam DSS untuk memperhitungkan apakah gempa tersebut berpotensi menimbulkan tsunami. Perhitungan dilakukan berdasarkan jutaan skenario modelling yang sudah dibuat terlebih dahulu. Kemudian, BMKG dapat mengeluarkan INFO PERINGATAN TSUNAMI. Data gempa ini juga akan diintegrasikan dengan data dari peralatan sistem peringatan dini lainnya (GPS, BUOY, OBU, Tide Gauge) untuk memberikan konfirmasi apakah gelombang tsunami benar-benar sudah terbentuk. Informasi ini juga diteruskan oleh BMKG. BMKG menyampaikan info peringatan tsunami melalui beberapa institusi perantara, yang meliputi (Pemerintah Daerah dan Media). Institusi perantara inilah yang meneruskan informasi peringatan kepada masyarakat. BMKG juga menyampaikan info peringatan melalui SMS ke pengguna ponsel yang sudah terdaftar dalam database BMKG. Cara penyampaian Info Gempa tersebut untuk saat ini adalah melalui SMS, Facsimile, Telepon, Email, RANET (Radio Internet), FM RDS (Radio yang mempunyai fasilitas RDS/Radio Data System) dan melalui Website BMG (www.bmg.go.id).
Pengalaman serta banyak kejadian dilapangan membuktikan bahwa meskipun banyak peralatan canggih yang digunakan, tetapi alat yang paling efektif hingga saat ini untuk Sistem Peringatan Dini Tsunami adalah RADIO. Oleh sebab itu, kepada masyarakat yang tinggal didaerah rawan Tsunami diminta untuk selalu siaga mempersiapkan RADIO FM untuk mendengarkan berita peringatan dini Tsunami. Alat lainnya yang juga dikenal ampuh adalah Radio Komunikasi Antar Penduduk. Organisasi yang mengurusnya adalah RAPI (Radio Antar Penduduk Indonesia). Mengapa Radio ? jawabannya sederhana, karena ketika gempa seringkali mati lampu tidak ada listrik. Radio dapat beroperasi dengan baterai. Selain itu karena ukurannya kecil, dapat dibawa-bawa (mobile). Radius komunikasinyapun relatif cukup memadai.

[sunting] Kesimpulan dan saran

[sunting] Jika tsunami datang

  1. Jangan panik
  2. Jangan menjadikan gelombang tsunami sebagai tontonan. Apabila gelombang tsunami dapat dilihat, berarti kita berada di kawasan yang berbahaya
  3. Jika air laut surut dari batas normal, tsunami mungkin terjadi
  4. Bergeraklah dengan cepat ke tempat yang lebih tinggi ajaklah keluarga dan orang di sekitar turut serta. Tetaplah di tempat yang aman sampai air laut benar-benar surut. Jika Anda sedang berada di pinggir laut atau dekat sungai, segera berlari sekuat-kuatnya ke tempat yang lebih tinggi. Jika memungkinkan, berlarilah menuju bukit yang terdekat
  5. Jika situasi memungkinkan, pergilah ke tempat evakuasi yang sudah ditentukan
  6. Jika situasi tidak memungkinkan untuk melakukan tindakan seperti di atas, carilah bangunan bertingkat yang bertulang baja (ferroconcrete building), gunakan tangga darurat untuk sampai ke lantai yang paling atas (sedikitnya sampai ke lantai 3).
  7. Jika situasi memungkinkan, pakai jaket hujan dan pastikan tangan anda bebas dan tidak membawa apa-apa

[sunting] Sesudah tsunami

  1. Ketika kembali ke rumah, jangan lupa memeriksa kerabat satu-persatu
  2. Jangan memasuki wilayah yang rusak, kecuali setelah dinyatakan aman
  3. Hindari instalasi listrik
  4. Datangi posko bencana, untuk mendapatkan informasi Jalinlah komunikasi dan kerja sama degan warga sekitar
  5. Bersiaplah untuk kembali ke kehidupan yang normal

[sunting] Tsunami dalam sejarah

[sunting] Daftar pustaka

Waspada Sesar Palu Koro ( ketut alit adi untara )

Gempa Buol Bisa Memicu Aktivitas Lempeng Bumi di Palu

PALU - Aktivitas sesar (patahan, red) Gorontalo, yang menyebabkan gempa berkekuatan 7,7 Skala Richter (SR) Senin dini hari (17/11), dimungkinkan dapat memicu aktivitas sesar Palu-Koro, patahan lempeng bumi yang membujur dari Teluk Palu dan membelah tepat di tengah wilayah Kota Palu. Apalagi sesar Palu Koro, merupakan salah satu patahan bumi yang aktif beraktivitas.
Kepala Pusat Penelitian Kebumian dan Mitigasi Bencana Alam (PP-BMBA) Untad, Drs Abdullah MT, menjelaskan adanya pengaruh terhadap sesar Palu-Koro dimungkinkan terjadi. Sebab menurut staf pengajar fisika bumi di Falultas MIPA itu, adanya aktivitas sesar dapat menimbulkan sesar-sesar baru di sekitarnya dan juga dapat memicu aktivitas sesar yang lain, yang telah ada sebelumnya. "Bisa saja memicu aktivitas sesar Palu-Koro. Namun gempanya relatif kecil. Jadi perlu waspada saja," sarannya saat ditemui Selasa kemarin (18/11).
Abdullah, menjelaskan sesar Palu Koro merupakan salah satu sesar terpanjang di Pulau Sulawesi dan berada di kedalaman 30-70 kilometer di kerak bumi. Sesar Palu Koro nyaris membujur dari utara ke selatan, mulai dari Laut Sulawesi, Provinsi Sulteng, hingga berakhir di laut Teluk Bone, Sulawesi Selatan (Sulsel).
Di daratan, sesar Palu Koro memiliki panjang sejauh 250 km. Jalur sesar Palu Koro itu melewati tepat di lembah Palu, Kulawi, Lembah Koro hingga berakhir di Kecamatan Masamba, Kabupaten Luwu, Sulsel.
Khusus di segmen Palu Kulawi sesar, jelas Abdullah, berciri sesar normal dan membentuk graben yang menyebabkan antara Palu hingga Kulawi diapit oleh dua sesar normal, yang disebut sistem sesar Palu Koro. Ciri-ciri sistem sesar tersebut ditandai dengan banyaknya dijumpai mata air panas di kedua sisi daratan antara Palu hingga Kulawi.
"Sesar Palu Koro adalah sesar geser mendatar dengan pergerakan cenderung ke kiri (sinistral), dengan kecepatan sekitar 14-17 milimeter per tahun. Sesar geser tidak berpotensi menimbulkan tsunami dan kekuatan gempa tidak lebih dari 8,0 SR," jelas Abdullah.
Meski begitu, Abdullah, mengaku sesar Palu Koro bukan merupakan sesar geser mendatar seutuhnya. Menurutnya di sekitar wilayah Kulawi, Palu dan daerah utara sesar Palu Koro, terdapat sejumlah sesar geser vertikal. Dugaan itu diperkuat dengan terjadinya beberapa peristiwa tsunami yang menyertai gempa di perairan sepanjang wilayah Pantai Barat.
Misalnya, peristiwa gempa Tambu 1968 yang mengakibatkan ratusan korban jiwa dan menenggelamkan Desa Kampung Lembu, pusat Desa Kambayang, di Teluk Tambu, Damsol.
"Sesar vertikal menimbulkan potensi tsunami, namun kekuatan gempanya tidak sebesar subduksi. Bila subduksi gempa yang ditimbulkanya rata-rata di atas 8,0 SR dan subduksi berada di wilayah Laut Sulawesi," tandasnya.(uq)


Aktivitas Sesar Palu-Koro 80 Tahun Terakhir

1. Gempa Watusampu, 1927; korban jiwa 50 orang, berpusat di laut dan potensi tsunami.
2. Gempa Donggala, 1938 ; magnitudo 7,6 SR, berpusat di laut dan mengakibatkan tsunami setinggi 4 meter dan memunculkan Pulau Makakata, Parigi.
3. Gempa Tambu, 1968 ; magnitudo 6,0 SR dan berpusat di laut, tsunami setinggi 10 meter, menenggelamkan Desa Kampung Lembu, pusat Desa Kambayang, Damsol, ratusan jiwa melayang.
4. Gempa Lawe, 1995; berpusat di daratan, terjadi retakan tanah, longsor dan merusak rumah warga di Kulawi, Gimpu, Lawe dab Kantewu.
5. Gempa Tonggolobibi, 1996; berpusat di laut, menimbulkan tsunami dan mengubah daratan sekitar pantai menjadi dasar laut.
6. Gempa Bora, 2005; magnitudo 6,2 SR dan berpusat di daratan, kerusakan bangunan rumah di desa Bora, menimbulkan kepanikan warga Palu dan sekitarnya.

Sumber: PP-BMBA Untad 

Sadur ( Radar Sulteng )